BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. (UU Kesehatan No. 23 th 1992
). Sedangkan kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan
fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan
itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain (UU No. 3 th 1966 pasal 1 ).
Dengan
melihat kedua definisi diatas dapat ditarik kesimpulan diantaranya mengenai
jiwa yang merupakan bagian integral dari bagian lainnya baik fisik, sosial
maupun ekonomi. Dan ketika seseorang dalam pertumbuhan dan perkembangannya
tidak optimal baik fisik, intelektual dan emosionalnya dalam keselarasan dengan
orang lain maka dapat dikatakan bahwa individu tersebut mengalami kelainan
jiwa.
Dalam
kenyataannya, ada individu yang mampu mencapai derajat kesehatan secara optimal
sehingga bisa selaras dan beradaptasi dengan lingkungannya. Namun terdapat pula
individu yang tidak mampu mencapai derajat kesehatan secara optimal dalam
pertumbuhan dan perkembangannya sehingga terjadilah konflik dalam dirinya dan
dengan ketidakmampuannya tersebut membawa dampak pada kelainan jiwa.
Jenis
gangguan jiwa yang terjadi dapat berupa Neurosa, Psikosomatik, Gangguan
Kepribadian, Mental Retardasi, Gangguan Akibat Zat Psiko Aktif dan Psiko
Adiktif serta Psikosa, dimana Psikosa ini terbagi 2 bagian yaitu Psikosa Organik (terjadi pada
otak : Meningitis, Ensepalitis, Tumor Otak) dan Psikosa Fungsional terdiri dari
Schizofrenia, Afektif dan Paranoid. Penyakit Schizofrenia masih dapat
dibagi-bagi lagi menjadi Schizofrenia Simpleks, Schizofrenia Hebefrenik,
Schizofrenia Katatonik, Schizofrenia Paranoid, Schizofrenia Residual, Episode
Schizofrenia Akut dan Schizofrenia tak tergolongkan.
Menurut
data laporan kasus klien yang berkunjung ke RSJP Cimahi periode Januari – Juni
2002 diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 1
Jumlah
Penderita Gangguan Jiwa yang dirawat di RSJP Cimahi
Periode
Januari – Juni 2002
No
|
Kode
|
Diagnosa
|
Bulan
|
Jmh
|
01
|
02
|
03
|
04
|
05
|
06
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
(7)
|
(8)
|
(9)
|
(10)
|
1.
|
F00-03
|
Gg. mental organik
termasuk symtomatik
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
0
|
1
|
2.
|
F04-09
|
Gg. mental lain akibat
disfungsi otak
|
1
|
0
|
0
|
1
|
0
|
0
|
2
|
3.
|
F10-19
|
Gg. mental dan perilaku
akibat zat psikoaktif
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1
|
4.
|
F20.0
|
Schizofrenia Paranoid
|
13
|
8
|
12
|
3
|
19
|
13
|
68
|
5.
|
F20.1
|
Schizofrenia Hebeprenik
|
0
|
0
|
5
|
3
|
2
|
3
|
13
|
6.
|
F20.2
|
Schizofrenia Katatonik
|
4
|
8
|
2
|
8
|
4
|
7
|
33
|
7.
|
F20.3
|
Schizofrenia Tak Terinci
|
1
|
0
|
4
|
0
|
0
|
0
|
5
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
(7)
|
(8)
|
(9)
|
(10)
|
8.
|
F20.4
|
Depresi pasca
Schizofrenia
|
0
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
1
|
9.
|
F20.5
|
Schizofrenia Residual
|
30
|
38
|
21
|
29
|
29
|
17
|
164
|
10.
|
F20.6
|
Schizofrenia Simpleks
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
1
|
11.
|
F20.8
|
Schizofrenia Form
|
0
|
0
|
1
|
1
|
0
|
1
|
3
|
12.
|
F20.9
|
Schizofrenia YTT
|
3
|
5
|
5
|
4
|
8
|
7
|
32
|
13.
|
F23
|
Gg. Psikosa akut dan
sementara
|
17
|
22
|
35
|
20
|
32
|
20
|
146
|
14.
|
F24
|
Gg. Waham Induksi
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
15.
|
F25
|
Gg. Schizoaffektif
|
2
|
1
|
2
|
6
|
4
|
0
|
15
|
16.
|
F28
|
Gg. Psikotik non organik
lainnya
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
17.
|
F29
|
Psikosa tak khas
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
18.
|
F31
|
Gg. Affektif Bipolar
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1
|
19.
|
F32
|
Gg. Episode Depresi
|
3
|
1
|
3
|
4
|
2
|
1
|
14
|
20.
|
F40-41
|
Gg. Anxietas Fobik, Gg.
Anxietas lainnya
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
21.
|
F70-79
|
Retardasi Mental
|
1
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
2
|
22.
|
G40
|
Epilepsi
|
1
|
0
|
2
|
0
|
0
|
4
|
7
|
|
|
T O T A L
|
76
|
84
|
94
|
80
|
102
|
74
|
510
|
Sumber : Rekapitulasi Medik, RSJP
Cimahi tahun 2002
Dengan
melihat tabel di atas ternyata penyakit Schizofrenia Residual memiliki jumlah
yang banyak sekitar 32% selama periode Januari – Juni 2002 sehingga diperlukan
suatu penanganan dalam upaya - upaya untuk penyembuhan penyakit melalui
pemeliharaan kesehatan dengan perawatan dan pengobatan. Oleh karena itu penulis
merasa tertarik untuk melakukan studi kasus dengan pendekatan proses
keperawatan dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Sdr. W Dengan Resiko Bunuh Diri Di Ruang Merak
RSJP Cimahi”.
B.
Tujuan Penulisan
- Tujuan Umum
a. Memperoleh
pengalaman secara nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan
resiko bunuh diri akibat depresi di Ruang Merak RSJP Cimahi
b. Mampu
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan resiko bunuh diri akibat
depresi di Ruang Merak RSJP Cimahi secara langsung dan komprehensif meliputi
aspek bio-psiko-sosio-spiritual dengan pendekatan proses keperawatan.
2. Tujuan
Khusus
Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dalam pembuatan
laporan studi kasus ini diharapkan agar dapat :
a. Melaksanakan
pengkajian pada klien dengan resiko bunuh diri akibat depresi di Ruang Merak
RSJP Cimahi.
c. Merencanakan
tindakan keperawatan sesuai dengan kebutuhan pada klien dengan resiko bunuh
diri akibat depresi di Ruang Merak RSJP Cimahi
d. Melaksanakan
tindakan keperawatan sesuai rencana yang telah ditetapkan.
e. Mengevaluasi
hasil tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
f. Mendokumentasikan
asuhan keperawatan pada klien dengan resiko bunuh diri akibat depresi di Ruang
Merak RSJP Cimahi
C.
Metoda Penulisan
Metoda yang digunakan adalah
metoda deskriptif yang berbentuk studi kasus.Teknik pengumpulan data pada kasus
melalui wawancara, observasi langsung, pemeriksaan fisik, studi dokumentasi dan
kepustakaan serta penjelasan perawat ruangan.
D.
Sistematika Penulisan
Sistematika
penulisan studi kasus ini sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang masalah,
tujuan umum dan tujuan khusus, metoda penulisan serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN
TEORITIS
Membahas tentang konsep dasar penyakit
meliputi definisi, faktor predisposisi dan presipitasi, psikodinamika ; proses
keperawatan jiwa meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
BAB III : TINJAUAN
KASUS DAN PEMBAHASAN
Tinjauan kasus berisi
dokumentasi asuhan keperawatan meliputi
: pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan catatan perkembangan.
Pembahasan menguraikan tentang kesenjangan antara kasus dengan konsep / teori.
BAB IV : KESIMPULAN
DAN REKOMENDASI
Dalam bab ini
berisikan kesimpulan dan pelaksanaan asuhan keperawatan serta rekomendasi yang operasional.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Depresi
1.
Pengertian
a. Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang
ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan
sehingga hilangnya kegairahan hidup. (Hawari, 2001, hal.19)
b. Depresi adalah suatu mood sedih (disforia) yang
berlangsung lebih dari empat minggu, yang disertai prilaku seperti perubahan
tidur, gangguan konsentrasi, iritabilitas, sangat cemas, kurang bersemangat,
sering menangis, waspada berlebihan, pesimis, merasa tidak berharga, dan
mengantisipasi kegagalan. (DSM-IV-TR,2000 dalam Videbeck, 2008, hal.388)
c. Depresi adalah suatu gangguan alam perasaan yang ditandai
dengan perasaan sedih dan berduka yang berlebihan dan berkepanjangan.
(Purwaningsih, 2009, hal. 130)
d.
Depresi
adalah keadaan emosional yang ditunjukkan dengan kesedihan, berkecil hati, perasaan
bersalah,penurunan harga diri, ketidakberdayaan dan keputusasaan. (Isaacs,
2004, hal. 121)
Dari keempat pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
depresi adalah gangguan alam perasaan yang disertai oleh komponen psikologik
dan komponen somatic yang terjadi akibat kesedihan yang panjang.
2.
Rentang
respon emosional
Respon adaptif Respon
maladaptive
Menurut Purwaningsih (2009) Reaksi Emosi dibagi menjadi
dua yaitu:
1)
Reaksi
Emosi Adaptif
Merupakan
reaksi emosi yang umum dari seseorang terhadap rangsangan yang diterima dan
berlangsung singkat. Ada 2 macam reaksi adaptif :
a)
Respon
emosi yang responsive
Keadaan
individu yang terbuka dan sadar akan perasaannya. Pada rentang ini individu
dapat berpartisipasi dengan dunia eksternal dan internal.
b)
Reaksi
kehilangan yang wajar
Merupakan
posisi rentang yang normal dialami oleh individu yang mengalami kehilangan.
Pada rentang ini individu menghadapi realita dari kehilangan dan mengalami
proses kehilangan, misalnya Bersedih, berhenti kegiatan sehari – hari, takut
pada diri sendiri, berlangsung tidak lama.
2)
Reaksi
Emosi Maladaptif
Merupakan
reaksi emosi yang sudah merupakan gangguan, respon ini dapat dibagi 3 tingkatan
yaitu :
a)
Supresi
Tahap
awal respon emosional maladaptive, individu menyangkal, menekan atau
menginternalisasi semua aspek perasaannya terhadap lingkungan.
b)
Reaksi
kehilangan yang memanjang
Supresi
memanjang ® mengganggu fungsi
kehidupan individu
Gejala :
bermusuhan, sedih berlebih, rendah diri.
c)
Mania/
Depesi
Merupakan
respon emosional yang berat dan dapat dikenal melalui intensitas dan
pengaruhnya terhadap fisik individu dan fungsi social.
3.
Psikopatologi
Alam perasaan adalah kekuatan/ perasaan hati yang
mempengaruhi seseorang dalam jangka waktu yang lama setiap orang hendaknya
berada dalam afek yang tidak stabil tapi tidak berarti orang tersebut tidak
pernah sedih, kecewa, takut, cemas, marah dan saying emosi ini terjadi sebagai
kasih sayang sesorang terhadap rangsangan yang diterimanya dan lingkungannya
baik internal maupun eksternal. Reaksi ini bervariasi dalam rentang dari reaksi
adaptif sampai maladaptive.
1)
Penyebab
Terjadinya Depresi
Penyebab
utama depresi pada umumnya adalah rasa kecewa dan kehilangan. Tak ada orang
yang mengalami depresi bila kenyataan hidupnya sesuai dengan keinginan dan
harapannya.
a)
Kekecewaan
Karena
adanya tekanan dan kelebihan fisik menyebabkan seseorang menjadi jengkel tak
dapat berfikir sehat atau kejam pada saat – saat khusus jika cinta untuk diri
sendiri lebih besar dan pada cinta pada orang lain yang menghimpun kita, kita
akan terluka, tidak senang dan cepat kecewa, hal ini langkah pertama depresi
jika luka itu direnungkan terus – menerus akan menyebabkan kekesalan dan
keputusasaan.
b)
Kurang
Rasa Harga Diri
Ciri -
ciri universal yang lain dari orang depresi adalah kurangnya rasa harga diri,
sayangnya kekurangan ini cenderung untuk dilebih – lebihkan menjadi estrim,
karena harapan – harapan yang realistis membuat dia tak mampu merestor dirinya
sendiri, hal ini memang benar khususnya pada individu yang ingin segalanya
sempurna yang tak pernah puas dengan prestasi yang dicapainya.
c)
Perbandingan yang tidak adil
Setiap
kali kita membandingkan diri dengan seseorang yang mempunyai nilai lebih baik
dari kita dimana kita merasa kurang dan tidak bisa sebaik dia maka depresi
mungkin terjadi.
d)
Penyakit
Beberapa
faktor yang dapat mencetuskan depresi adalah organic contoh individu yang
mempunyai penyakit kronis kanker payudara dapat menyebabkan depresi.
e)
Aktivitas
mental yang berlebihan
Orang
yang produktif dan aktif sering menyebabkan depresi.
f)
Penolakan
Setiap
manusia butuh akan rasa cinta, jika kebutuhan akan rasa cinta itu tak terpenuhi
maka terjadilah depresi. (Anonymous, 2004)
Menurut
Nanda (2005-2006) adapun Faktor – faktor yang berhubungan dengan sedih kronis
adalah:
a)
Kematian
orang yang dicintai
b)
Pengalaman
sakit mental/ fisik kronis, cacat (retardasi mental, sklerosis multiple,
prematuritas, spina bifida, kelainan persalinan, sakit mental kronis,
infertilitas, kanker, sakit Parkinson)
c)
Pengalaman
satu atau lebih kejadian yang memicu (krisis dalam manajemen penyakit, krisis
berhubungan dengan stase perkembangan, kehilangan kesempatan yang dapat
meningkatkan perkembangan, norma social atau personal)
d)
Ketergantungan
tak henti pada pelayanan kesehatan dengan mengingat kehilangan.
2)
Gejala
Klinis Depresi
Menurut
Hawari (2001) secara lengkap gejala klinis depresi adalah sebagai berikut :
a)
Afek
disforik, yaitu perasaan murung, sedih, gairah hidup menurun, tidak semangat,
merasa tidak berdaya;
b)
Perasaan
bersalah, berdosa, penyesalan;
c)
Nafsu
makan menurun;
d)
Berat
badan menurun;
e)
Konsentrasi
dan daya ingat menurun
f)
Gangguan
tidur: insomnia (sukar/tidak dapat tidur) atau sebaliknya hipersomnia (terlalu
banyak tidur). Gangguan ini sering kali disertai dengan mimpi – mimpi yang
tidak menyenangkan, misalnya mimpi orang yang telah meninggal;
g)
Agitasi
atau retardasi psikomotor (gaduh gelisah atau lemah tak berdaya);
h)
Hilangnya
rasa senang, semangat dan minat, tidak suka lagi melakukan hobi, kreativitas
menurun, produktivitas juga menurun;
i)
Gangguan
seksual (libido menurun);
j)
Pikiran
– pikiran tentang kematian, bunuh diri.
3)
Tingkat
Depresi
a)
Depresi
Ringan
Sementara,
alamiah, adanya rasa pedih perubahan proses pikir komunikasi social dan rasa
tidak nyaman.
b)
Depresi
Sedang
(1)
Afek :
murung, cemas, kesal, marah, menangis
(2)
Proses
pikir : perasaan sempit, berfikir lambat, berkurang komunikasi verbal,
komunikasi non verbal meningkat.
(3)
Pola
komunikasi : bicara lambat, berkurang komunikasi verbal, komunikasi non verbal
meningkat.
(4)
Partisipasi
social : menarik diri tak mau bekerja/ sekolah, mudah tersinggung.
c)
Depresi
Berat
(1)
Gangguan
Afek : pandangan kosong, perasaan hampa, murung, inisiatif berkurang
(2)
Gangguan
proses pikir
(3)
Sensasi
somatic dan aktivitas motorik : diam dalam waktu lama, tiba – tiba hiperaktif,
kurang merawat diri, tak mau makan dan minum, menarik diri, tidak peduli dengan
lingkungan.
4.
Penatalaksanaan
depresi
Menurut (Tomb, 2003,
hal.61)
Semua pasien depresi harus mendapatkan psikoterapi, dan
beberapa memerlukan tambahan terapi fisik. Kebutuhan terapi khusus bergantung
pada diagnosis, berat penyakit, umur pasien, respon terhadap terapi sebelumnya.
1)
Terapi
Psikologik
Psikoterapi
suportif selalu diindikasikan.
Berikan kehangatan, empati, pengertian dan optimistic. Bantu pasien
mengidentifikasi dan mengekspresikan hal – hal yang membuatnya prihatin dan
melontarkannya. Identifikasi factor pencetus dan bantulah untuk mengoreksinya.
Bantulah memecahkan problem eksternal (misal, pekerjaan, menyewa rumah),
arahkan pasien terutama selama periode akut dan bila pasien tidak aktif
bergerak. Latih pasien untuk mengenal tanda – tanda dekompensasi yang akan
dating. Temui pasien sesering mungkin (mula – mula 1 – 3 kali per minggu) dan
secara teratur, tetapi jangan sampai tidak berakhir atau untuk selamanya.
Kenalilah bahwa beberapa pasien depresi dapat memprovokasi kemarahan anda
(melalui kemarahan, hostilitas, dan tuntutan yang tak masuk akal, dll.). psikoterapi berorientasi tilikan jangka
panjang, dapat berguna pada pasien depresi minor kronis tertentu dan beberapa
pasien dengan depresi mayor yang mengalami remisi tetapi mempunyai konflik.
Terapi
Kognitif – Perilaku dapat sangat bermanfaat
pada pasien depresi sedang dan ringan. Diyakini oleh sebagian orang sebagai
“ketidakberdayaan yang dipelajari”, depresi diterapi dengan memberikan pasien
latihan keterampilan dan memberikan pengalaman – pengalaman sukses. Dari
perspektif kognitif, pasien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran –
pikiran negative dan harapan – harapan negative. Terapi ini mencegah
kekambuhan.
Deprivasi tidur parsial (bangun mulai di pertengahan
malam dan tetap terjaga sampai malam berikutnya), dapat membantu mengurangi
gejala – gejala depresi mayor buat sementara. Latihan fisik (berlari, berenang)
dapat memperbaiki depresi, dengan mekanisme biologis yang belum dimengerti
dengan baik.
2)
Terapi
Fisik
Semua depresi mayor dan depresi kronis atau depresi minor
yang tidak membaik membutuhkan antidepresan (70 – 80 % pasien berespon terhadap
antidepresan), meskipun yang mencetuskan jelas terlihat atau dapat
diidentifikasi. Mulailah dengan SSRI atau salah satu antidepresan terbaru.
Apabila tidak berhasil, pertimbangkan antidepresan trisiklik, atau MAOI (terutama pada depresi “atipikal”)
atau kombinasi beberapa obat yang efektif bila obat pertama tidak berhasil.
Waspadalah terhadap efek samping dan bahwa antidepresan “dapat” mencetuskan
episode manik pada beberapa pasien bipolar (10 % dengan TCA, dengan SSRI lebih
rendah, tetapi semua koonsep tentang “presipitasi manic” masih diperdebatkan).
Setelah semuh dari episode depresi pertama, obat dipertahankan untuk beberapa
bulan, kemudian diturunkan, meskipun demikian pada beberapa pasien setelah satu
atau lebih kekambuhan, membutuhkan obat rumatan untuk periode panjang.
Antidepresan saja (tunggal) tidak dapat mengobati depresi psikosis unipolar.
Litium efektif dalam membuat remisi gangguan bipolar, mania dan
mungkin bermanfaat dalam pengobatan depresi bipolar akut dan beberapa depresi
unipolar. Obat ini cukup efektif pada bipolar serta untuk mempertahankan remisi
dan begitu pula pada pasien unipolar. Antikonvulsan
tampaknya juga sama baik dengan litium
untuk mengobati kondisi akut, meskipun kurang efektif untuk rumatan.
Antidepresan dan litium dapat dimulai
secara bersama – sama dan litium
diteruskan setelah remisi. Psikotik, paranoid atau pasien sangat agitasi
membutuhkan antipsikotik, tunggal
atau bersama – sama dengan antidepresan, litium
atau ECT – antidepresan antipikal yang baru saja terlihat efektif.
ECT
mungkin merupakan terapi terpilih :
a)
Bila
obat tidak berhasil setelah satu atau lebih dari 6 minggu pengobatan,
b)
Bila
kondisi pasien menuntut remisi segera (misal, bunuh diri yang akut),
c)
Pada
beberapa depresi psikotik,
d)
Pada
pasien yang tidak dapat mentoleransi obat (misal pasien tua yang berpenyakit
jantung). Lebih dari 90 % pasien memberikan respons.
5.
Konsep
dasar asuhan keperawatan gangguan alam perasaan
a.
Pengkajian
1) Faktor Predisposisi
a) Faktor Genetik
Mengemukakan
transmisi gangguan alam perasaan diteruskan melalui garis keturunan. Frekwensi
gangguan alam perasaan meningkat pada kembar monozigote dari dizigote.
b) Teori Agresi Berbalik pada Diri Sendiri
Mengemukakan
bahwa depresi diakibatkan oleh perasaan marah yang dialihkan pada diri sendiri.
Diawali
dengan proses kehilangan ® terjadi
ambivalensi terhadap objek yang hilang ® tidak
mampu mengekspresikan kemarahan ® marah
pada diri sendiri.
c) Teori Kehilangan
Berhubungan
dengan factor perkembangan : misalnya kehilangan orang tua pada masa anak,
perpisahan yang bersifat traumatis dengan orang yang sangat dicintai. Individu
tidak berdaya mengatasi kehilangan.
d) Teori kepribadian
Mengemukakan
bahwa tipe kepribadian tertentu menyebabkan seseorang mengalami depresi atau
mania.
e) Teori Kognitif
Mengemukakan
bahwa depresi merupakan masalah kognitif yang dipengaruhi oleh penilaian
negative terhadap diri sendiri, lingkungan dan masa depan.
f)Teori Belajar Ketidakberdayaan
Mengemukakan
bahwa depresi dimulai dari kehilangan kendali diri, lalu menjadi pasif dan
tidak mampu menghadapi masalah. Kemudian individu timbul keyakinan akan
ketidakmampuan mengendalikan kehidupan sehingga ia tidak berupaya mengembangkan
respon yang adaptif.
g) Model perilaku
Mengemukakan
bahwa depresi terjadi karena kurangnya pujian (reinforcement) positif selama
berinteraksi dengan lingkungan.
h) Model Biologis
Mengemukakan
bahwa pada keadaan depresi terjadi perubahan kimiawi, yaitu defisiensi
katekolamin, tidak berfungsi endokrin dan hipersekresi kortisol.
2) Faktor Presipitasi
Stressor
yang dapat menyebabkan gangguan alam perasaan meliputi factor biologis,
psikologis dan social budaya. Factor biologis meliputi perubahan fisiologis
yang disebabkan oleh obat – obatan atau berbagai penyakit fisik seperti infeksi,
neoplasma dan ketidakseimbangan metabolism. Factor psikologis meliputi
kehilangan kasih saying, termasuk kehilangan cinta, seseorang, dan kehilangan
harga diri. Factor social budaya meliputi kehilangan peran, perceraian,
kehilangan pekerjaan.
3) Perilaku dan Mekanisme koping
Perilaku
yang berhubungan dengan depresi bervariasi. Pada keadaan depresi kesedihan dan
kelambanan dapat menonjol atau dapat terjadi agitasi. Mekanisme koping yang
digunakan pada reaksi kehilangan yang memanjang adalah denial dan supresi, hal
ini untuk menghindari tekanan yang hebat. Depresi, yaitu perasaan berduka yang
belum digunakan adalah represi, supresi, denial dan disosiasi.
4) Adapun perilaku yang berhubungan dengan depresi menurut
Purwaningsih (2009) adalah :
a) Afektif : sedih, cemas, apatis, murung, kebencian,
kekesalan, marah, perasaan ditolak, perasaan bersalah, merasa tak berdaya,
putus asa, merasa sendirian, merasa rendah diri, merasa tak berharga.
b) Kognitif : ambivalen, bingung, ragu – ragu, tidak mampu
berkonsentrasi, hilang perhatian dan motivasi, menyalahkan diri sendiri,pikiran
merusak diri,rasa tidak menentu, pesimis.
c) Fisik : sakit perut, anoreksia, mual, muntah, gangguan
pencernaan, konstipasi, lemas, lesu, nyeri, kepala pusing, insomnia, nyeri
dada, over acting, perubaha berat badan, gangguan selera makan, gangguan
menstruasi, impotensi, tidak berespon terhadap seksual.
d) Tingkah laku : agresif, agitasi, tidak toleran, gangguan
tingkat aktifitas, kemunduran psikomotor, menarik diri, isolasi social,
irritable (mudah marah, menangis, tersinggung), berkesan menyedihkan, kurang
spontan, gangguan kebersihan.
b.
Analisa
Data
1) Data subjektif
Klien
mengatakan sedih, klien mengatakan tidak bergairah untuk bekerja, klien
mengatakan menyesal, klien mengatakan merasa bersalah, klien merasa ditolak,
klien merasa tidak berdaya, merasa tidak berharga.
2) Data obyektif
Klien
tampak sedih, murung, lambat, lemah, lesu, tidak bergairah, cemas, marah.
c.
Rumusan
Masalah
1) Resiko tinggi terjadi kekerasan yang diarahkan pada diri
sendiri
2) Sedih kronis
3) Harga diri rendah kronis
4) Koping individu tak efektif
5) Koping keluarga tak efektif
d.
Pohon
Masalah
Resiko tinggi terjadi
kekerasan
Yang diarahkan pada diri
sendiri
Sedih kronis
Harga diri rendah kronis
Koping individu tak
efektif
Koping keluarga tak efektif
e.
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa
keperawatan yang umum muncul pada klien dengan gangguan alam perasaan : depresi
yaitu :
1) Resiko tinggi terjadi kekerasan yang diarahkan pada diri
sendiri.
2) Sedih kronis.
3) Harga diri rendah kronis
4) Koping individu tak efektif
f.
Rencana
tindakan keperawatan
1) Sedih kronis.
Tujuan jangka panjang : klien tidak mengalami sedih kronis
Tujuan jangka pendek :
(a)
Klien
dapat membina hubungan saling percaya
(b)
Klien
mengungkapkan perasaannya
(c)
Klien
dapat menyebutkan cara- cara mengatasi depresi
(d)
Klien
dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
(e)
Klien
mau minum obat sesuai aturan
Rencana tindakan :
(a)
Bina
hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
Rasional :
Kejujuran, kesediaan, dan penerimaan meningkatkan kepercayaan hubungan antara
klien dan perawat.
(b)
Dorong
dan beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional :
Mengurangi beban pikiran yang dirasakan oleh klien.
(c)
Dengarkan
ungkapan perasaan klien dengan empati.
Rasional :
Mengurangi beban pikiran yang dirasakan oleh klien.
(d)
Bantu
klien untuk mengidentifikasi cara yang tepat untuk mengatasi sedih kronis
Rasional :
Mengidentifikasi cara atau koping yang tepat untuk mengatasi sedih kronis
(e)
Beri
pujian atas kemampuan klien mengatasi sedih kronis
Rasional :
Meningkatkan rasa percaya diri dan harga diri klien
(f)
Beri
pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang cara merawat klien dengan depresi
Rasional :
Diharapkan klien akan merasa diperhatikan
(g)
Anjurkan,
jelaskan dan awasi minum obat sesuai aturan.
Rasional :
Diharapkan dapat mengefektifkan obat yang diminum oleh klien.
(h)
Delegatif
dalam pemberian terapi obat
Rasional :
Pemberian obat psikosis dapat mengontrol manifestasi dari kelainan psikosis.
B.
Bunuh
Diri
1.
Pengertian
Bunuh diri adalah tindakan agresif
yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin
merupakan keputusan terkahir dari individu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi (Keliat 1991 : 4).
Beberapa istilah :
1.
Perilaku Destruktif diri
2.
Pencederaan diri
3.
Aniaya diri
4.
Agresi terhadap diri sendiri
5.
Membahayakan diri
6.
Mutilasi diri
Setiap aktivitas yang
jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian
(Gail w.Stuart,Keperawatan Jiwa,2007)
Pikiran untuk
menghilangkan nyawa sendiri (Ann Isaacs, Keperawatan Jiwa
& Psikiatri, 2004)
Ide, isyarat dan usaha
bunuh diri, yang sering menyertai gangguan depresifà
sering terjadi pada remaja ( Harold Kaplan, Sinopsis Psikiatri,1997)
2.
Etiologi
Secara universal : karena ketidakmampuan
individu untuk menyelesaikan masalah
Terbagi
menjadi :
1. Faktor
Genetik
a. 1,5
– 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu yang menjadi
kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami gangguan mood/depresi/yg
pernah melakukan upaya bunuh diri
b. Lebih
sering terjadi pada kembar Monozigot dari pada kembar dizigot
2. Faktor
Biologis lain
Biasanya
karena penyakit kronis / kondisi medis tertentu :
a. Stroke
b. Gangg.
Kerusakan kognitif (demensia )
c. Diabetes
d. Peny.
Arteri koronaria
e. Kanker
f. HIV
/ AIDS
g. dll
3. Faktor
Psikososial & Lingkungan
a. Teori
Psikoanalitik / Psikodinamika :
Teori
Freud : bhw kehilangan objek berkaitan dgn agresi & kemarahan à
perasaan negatif thd diri à depresi. Sigmund Freud dan Karl
Menninger meyakini bahwa bunuh diri merupakan hasil dari marah yang diarahkan
pada diri sendiri.
b. Teori
Perilaku Kognitif :
Teori
Beck : Pola kognitif negatif yang
berkembang à
memandang rendah diri sendiri
c. Stressor
Lingkungan : Kehilangan anggota keluarga, penipuan, kurangnya sistem pendukung
social
d. Teori
sosiologi
Emile Durkheim membagi suicide dalam 3
kategori yaitu : Egoistik (orang yang tidak terintegrasi pada kelompok social)
, atruistik (Melakukan suicide untuk kebaikan masyarakat) dan anomic ( suicide
karena kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi dengan
stressor).
4. Faktor
lain
a. Adanya
harapan untuk reuni dan fantasy.
b. Merupakan
jalan untuk mengakhiri keputusasaan dan ketidakberdayaan
c. Tangisan
untuk minta bantuan
d. Sebuah
tindakan untuk menyelamatkan muka dan mencari kehidupan yang lebih baik
3.
Predisposisi
Penyakit
jiwa merupakan faktor predisposisi terpenting terjadinya bunuh diri.WHO
memperkirakan sebanyak 90% orang yang melakukan tindakan bunuh diri terjadi
akibat penyakit jiwa yang tidak didiagnosa dan diobati, di samping penggunaan
obat-obatan terlarang dan konsumsi alkohol.yang mempresentasikan 1,4% dari
beban masalah kesehatan dunia.Di samping itu, masyarakat dalam hal ini tokoh
agama dan pemerintah juga mempunyai peran penting dalam mencegah dan
meminimalkan kasus bunuh diri dengan menanamkan nilai-nilai kesehatan jiwa
sejak dini.
Preveler
dkk dalam jurnal yang berjudul ‘ABC of Psychological Medicine: Depression in
Medical Patients’ (2002) mengatakan, risiko bunuh diri seumur hidup akan
dialami orang yang mengalami mood disorder, terutama depresi yaitu sebesar
6-15%, sedangkan schizophrenia sebesar 4-10%. Data tahun 2005 menyebutkan, di
negara-negara maju seperti Amerika Serikat, kejadian bunuh diri akibat depresi
menempati ranking ke-11 penyebab kematian penduduk.
Depresi
merupakan kondisi medis yang disebabkan karena adanya disregulasi
neurotransmitter (zat penghantar dalam sistem syaraf) terutama serotonin
(neurotransmitter yang mengatur perasaan) dan norepinefrin (neurotransmitter
yang mengatur energi dan minat).Spektrum depresi sangat luas dengan keluhan
penyakit dan manifestasi klinik yang bermacam-macam sehingga pengelolaannya
harus dilakukan secara holistik.
4.
Patofisiologi
Luka
yang terjadi karena disengaja sering terjadi dan pemeriksaannya biasanya
menjadi tugas ahli patologi dan dokter ahli forensik klinik. Kejadian-kejadian
ini terdiri dari: bunuh diri, percobaan bunuh diri, dan bunuh diri berencana,
pada akhirnya tidak adanya makud untuk untuk membunuh, meskipun kematian
mungkin terjadi karena kurang hati-hati. Salah satu keputusan yang sulit di
hadapi oleh ahli patologi dan pemeriksa medis, dan untuk bertindak yang legal,
seperti juga pemeriksa sebab dari kematian, terdapat perbedaan antara bunuh
diri, pembunuhan, dan perlukaan oleh diri sendiri lainnya. Meskipun ini bukan
merupakan juga fungsi yang legal ahli patologi dalam ,menghubung-hubungkan
motif, pengalaman mereka dan latihan juga factor-faktor yang sering sehingga
mereka dapat membuat keputusan dalam pengklasifikasian kebiasaan-kebiasaan atau
cara kematian serta perlukaan.
Cidera
akibat bunuh diri, Diskusi ini dibatasi dengan trauma fisik, meracuni diri
sendiri, yang akan dibicarakan lebih lanjut. Bunuh diri akibat melukai diri
sendiri dengan berbagai macam cara, yaitu dengan cara yang ganjil atau aneh. Ahli
patologi harus selalu waspada dengan kemungkinan-kemungkinan lain selain karena
bunuh diri.Pada beberapa kejadian biasanya disebabkan karena ketidaksengajaan
dilakukan oleh korban.Contoh primer yaitu “Masochistic Asfiksia”, dimana kadang
sering keliru dengan bunuh diri.
5.
Perilaku
destruktif diri
Dapat
diklasifikasikan menjadi :
1. Perlaku
destruktif diri langsung
a. Mencakup
setiap bentuk aktivitas bunuh diri
b. Niat
à
kematian
c. Individu
menyadarinya
d. Lama
perilaku : berjangka pendek
2. Perilaku
destruktif diri tidak langsung
a. Meliputi
setiap aktivitas yang merusak kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah
pada kematian
b. Individu
tsb tidak menyadari ttg potensial kematian akibat perilakunya
c. Menyangkal
apabila dikonfirmasi
d. Durasi
lebih lama dari perilaku bunuh diri yang secara langsung
Contohnya perilaku
destruktif diri tidak langsung :
a. Merokok,
mengebut, berjudi, tindakan kriminal
b. Terlibat
dalam aktivitas rekreasi yang beresiko tinggi
c. Penyalahgunaan
zat
d. Perilaku
yang menyimpang secara sosial
e. Perilaku
yang menimbulkan stress
f. Gangguan
makan
g. Ketidakpatuhan
pada pengobatan medis
6.
Perilaku
Bunuh diri
Dibagi menjadi tiga
kategori :
1. Ancaman
bunuh diri
a. Ada
peringatan verbal & non verbal
b. Ancaman
ini menunjukkan ambivalensi seseorang thd kematian
c. Jika
tdk mendapat respon à maka akan ditafsirkan sbg dukungan
untuk melakukan tindakan bunuh diri
2. Upaya
bunuh diri
Semua tindakan yang
dilakukan individu terhadap diri sendiri yang dapat menyebabkan kematian à
jika tidak dicegah
3. Bunuh diri
a. Terjadi
setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan.
b. Orang
yang melakuakn upaya bunuh diri, walaupun tidak benar-benar ingin mati mungkin
akan mati
c. Perilaku
bunuh diri menunjukkan terjadinya kegagalan mekanisme koping
d. Ancaman
bunuh diri merupakan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan untuk
mengatasi masalahnya
C.
Pemeriksaan
dan penatalaksanaan
1. Pemeriksaan
a. klinik
harus menilai resiko bunuh diri pada pasien individual berdasarkan pemeriksaan
klinis. Hal yang paling prediktif yang berhubungan dengan resiko bunuh diri
b. memeriksa pasien yang berusaha bunuh diri,
jangan meninggalkan mereka sendirian dan keluarkan benda yang berbahaya dari
ruangan
c. pasien
yang baru saja melakukan usaha bunuh diri.
d. penatalaksaannya
adalah sangat tergantung pada diagnosis. Pada pasien dengan gangguan depresi
berat mungkin diobati sebaga pasien rawat jalan jika keluarganya dapat
mengawasi mereka secara ketat dan pengobatannya dapat dimulai secar cepat.
e. ide
bunuh diri pada pasien alkoholik biasanya menghilang dengan abstinensia dalam
beberapa hari. Jika depresi menetap setelah tanda psikologis dari putusnya
alkohol yang menghilang dengan adanya kecurigaan yang tinggi pada ganguan
depresi berat
f. ide
bunuh diri pada pasien skizofrenia harus ditanggapi secara serius, karena
mereka cendrung menggunakan kekerasan atau metode yang kacau dengan letalitas
yang tinggi
g. pasien
dengan gangguan keperibadian mendapat manfaat dari konfrontasi empatik dan
bantuan dengan mendapatkan pendekatan yang rasional dan bertanggung jawab.
h. hospitalisasi
jangka panjang, diindikasi pada keadaan yang menyebabkan mutilasi diri.
i.
Psikoterapi dengan pedoman wawancara.
2. Penatalaksanaan
a. Mulailah
dengan bertanya apakah pasien pernah merasa menyerah atau merasa mereka lebih
baik meninggal.
b. Pendekatan
tersebut menyebabkan stigma yang kecil dan dapat dilakukan sebagian besar orang
c. Berbicaralah
mengenai apa yang sebenarnya yang difikirkan pasien dan catatlah fikirannya
d. Lontarkan
pertanyaan pada pasien
e. Pertimbangkan usia dan kecanggihan pasien dan
apakah maksud pertanyaan pasien sesuai dengan caranya.
f. Apakah
cara yang dipilih untuk bunuh diri tersedia pada pasien.
g. Pertanyaan yang terakhir menentukan penilaian
dan pengobatan karena pasien dapat menunjukkan cara untuk keluar dari dilemanya
D.
Konsep
dasar asuhan keperawatan perilaku bunuh diri
1. Pengkajian
a. Jenis
kelamin à
resiko meningkat pada pria
b. Usia
à
lebih tua, masalah semakin banyak
c. Status
perkawinan à
menikah dpt menurunkan resiko, hidup sendiri mrpk masalah
d. Riwayat
keluarga à
meningkat apabila ada keluarga dengan percobaan bunuh diri / penyalahgunaan zat
e. Pencetus
( peristiwa hidup yang baru terjadi) à Kehilangan
orang yang dicintai, pengangguran, mendapat malu di lingkungan sosial, dll
f. Faktor
kepribadian à>>>
sering pd kepribadian introvert/menutup diri
g. Lain
– lain à
Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih beresiko mengalami perilaku
bunuh diri
h. Lingkungan
dan upaya bunuh diri
Perawat perlu mengkjai
pristiwa yang menghina atau menyakitkan , upaya persiapan , ungkapan verbal,
catatan, lukisan, memberikan benda yang berharga, obat, penggunaan kekerasan,
racun.
i.
Gejala
Perawat
mencatat adaya keputusasaan, celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan
tidak berharga, alam perasaan depresi, agitasi, gelisah, insomnia menetap,
bewrat badan menurun, bicara lamban, keletihan, withdrawl.
j.
Penyakit psikiatrik:
Upaya
bunuh diri sebelumnya, kelainan afektif, zat adiktif, depresi remaja, gangguan
mental lansia.
k. Riwayat
psikososial
Bercerai,
putus hubungan , kehilangan pekerjaan, stress multiple (pindah, kehilangan,
putus hubungan, masalah sekolah, krisis disiplin, penyakit kronik.
l.
Faktor kepribadian
Impulsive,
agresif, bermusuhan, kognisi negative dan kakuk, putus asa, jharga diri rendah,
antisocial
m. Riwayat
keluarga
Riwayat
bunuh diri, gangguan afektif, alkoholisme
2. Diagnose
a. Kecemasan
/ Ansietas
b. Gangguan
penyesuaian
c. Gangguan
harga diri
d. Koping
individu in-efektif
e. Koping
keluarga in-efektif
f. Gangguan
pola tidur
g. Isolasi
sosial
h. Perubahan
proses pikir
i.
Resiko kekerasan
3. Intervensi
a. Fokus
: melindungi klien dari bahaya
b. Menghindari
faktor penunjang terjadinya perilaku bunuh diri
c. Menurunkan
faktor resiko à
bantu penyelesaian masalah & meningkatkan harga diri
d. Penyuluhan
à
meningkatkan support system
e. Bantu
klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif yang diarahkan pada diri
sendiri, dengan cara :
1) Kaji
tingkatan resiko yang di alami pasien : tinggi, sedang, rendah.
2) Kaji
level Long-Term Risk yang meliputi : Lifestyle/ gaya hidup, dukungan social yang
tersedia, rencana tindakan yang bisa mengancam kehidupannya, koping mekanisme
yang biasa digunakan.
f. Berikan
lingkungan yang aman ( safety) berdasarkan tingkatan resiko , managemen untuk
klien yang memiliki resiko tinggi
1) Orang
yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan didekat ruang
perawatan yang mudah di monitor oleh perawat.
2) Mengidentifikasi
dan mengamankan benda – benda yang dapat membahayakan klien misalnya : pisau,
gunting, tas plastic, kabel listrik, sabuk, hanger dan barang berbahaya
lainnya.
g. Membantu
meningkatkan harga diri klien
1) Tidak
menghakimi dan empati
2) Mengidentifikasi
aspek positif yang dimilikinya
3) Mendorong
berpikir positip dan berinteraksi dengan orang lain
4) Berikan
jadual aktivitas harian yang terencana untuk klien dengan control impuls yang
rendah
5) Melakukan
terapi kelompok dan terapi kognitif dan perilaku bila diindikasikan.
6) Bantu
klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan social
7) Informasikan
kepada keluarga dan saudara klien bahwa klien membutuhkan dukungan social yang
adekuat
8) Bersama
pasien menulis daftar dukungan sosial yang di punyai termasuk jejaring sosial
yang bisa di akses.
9) Dorong
klien untuk melakukan aktivitas social
h. Membantu
klien mengembangkan mekanisme koping yang positip.
1) Mendorong
ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif
2) Lakukan
pembatasan pada ruminations tentang percobaan bunuh diri.
3) Bantu
klien untuk mengetahui faktor predisposisi ‘ apa yang terjadi sebelum anda memiliki
pikiran bunuh diri’
4) Memfasilitasi
uji stress kehidupan dan mekanisme koping
5) Explorasi
perilaku alternative
6) Gunakan
modifikasi perilaku yang sesuai
4. Implementasi
dan evaluasi
Sesuai
dengan intervensi yang telah disusun dan
tujuan serta kriteria hasil yang di harapkan
5. Pedoman
yang perlu diperhatikan :
1) Semua
ancaman bunuh diri adalah SERIUS , laporkan sesegera mungkin dan lakukan
tindakan pengamanan
2) Jauhkan
benda yg membahayakan dr pasien
3) Observasi
ketat, baik di tempat tidur maupun di kamar mandi
4) Komunikasikan
dengan keluarga & tunjukkan kepedulian perawat
5) Waspada
jika pasien tiba-tiba tenang dan tampak tentram à menunjukkan
rencana lain sedang disusun
E. Daftar
pustaka
− Asuhan
Keperawatan Klien Yang Mengalami Tingkah Laku Bunuh Diri/Merusak Diri oleh
desty emilyani